Apakah Dpr Bisa Dipecat

Presiden tidak bisa membubarkan DPR

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Dalam hal kekuasaan, presiden tidak bisa membubarkan DPR sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Dalam pada 7C UUD 1945 dinyatakan bahwa:

“Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat”

Secara kedudukan, presiden dan DPR sesuai konstitusi juga punya kedudukan sejajar sebagai lembaga negara, maka keduanya,  baik DPR atau presiden tidak bisa saling dibubarkan. Dalam sistem parlementer, presiden sebagai kepala negara baru bisa membubarkan parlemen.

DPR hasil Pemilu 1955 dibubarkan

Sukarno membubarkan DPR pada 1960 lewat dekret presiden. Pemilu 1955 tidak dilanjutkan sesuai jadwal pada lima tahun berikutnya, 1960. Hal ini dikarenakan pada 5 Juli 1959, dikeluarkan Dekret Presiden yang membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945.

Kemudian pada 4 Juni 1960, Sukarno membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Sukarno secara sepihak melalui Dekret 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.

Baca Juga: CEK FAKTA: DPR Endorse Influencer Mau Giring Opini RUU Pilkada, Benar?

PDIP memecat anggota DPR terpilih Tia Rahmania dari keanggotaan partai berdasarkan surat keputusan Ketua KPU Mochammad Afifuddin. Tia Rahmania digantikan Bonnie Triyana berasal dari daerah pemilihan yang sama.

Tia Rahmania dipecat berdasarkan salinan surat Keputusan KPU Nomor 1368 Tahun 2024 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan KPU Nomor 1206 Tahun 2024 tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota DPR dalam Pemilihan Umum tahun 2024 yang diakses di laman resmi KPU pada Rabu (25/9/2024).

Surat keputusan ditetapkan tertanggal 23 September 2024, ditandatangani oleh Ketua KPU Mochammad Afifuddin dan Sekjen KPU Andi Krisna. Dalam surat itu, ada dua perubahan anggota DPR terpilih yang diubah, yakni di dapil Jawa Tengah V dan dapil Banten I.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nama Bonnie Triyana ditetapkan menjadi anggota DPR terpilih PDIP dengan 36.516 perolehan suara sah. Dalam keterangan surat, Bonnie menggantikan Tia Rahmania karena tak memenuhi syarat, sudah dipecat PDIP.

"Menggantikan calon terpilih atas nama Tia Rahmania, M.Psi., Psikolog. (peringkat suara sah ke I, nomor urut 2). Tia Rahmania, M.Psi., Psikolog. tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR karena yang bersangkutan diberhentikan dari anggota partai," demikian bunyi surat keputusan KPU.

PDIP juga mengganti Rahmad Handoyo di dapil Jawa Tengah V, digantikan Didik Haryadi yang memperoleh suara sah 74.750. Rahmad Handoyo diganti karena juga dipecat oleh PDIP.

"Menggantikan calon terpilih atas nama Rahmad Handoyo, S.Pi., M.M (peringkat suara sah ke III, nomor urut 4). Rahmad Handoyo, S.Pi., M.M tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR karena yang bersangkutan diberhentikan dari anggota partai," demikian keterangan KPU.

Pihak DPP PDIP sudah dihubungi perihal pemecatan Tia Rahmania dan digantikan oleh Bonnie Triyana berdasarkan surat keputusan KPU. Namun belum ada respons dari pihak DPP PDIP.

Seperti diketahui, nama Tia Rahmania mencuat ke publik karena mengkritik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjadi pembicara bagi anggota DPR periode 2024-2029 di sebuah forum. Dalam forum tersebut, Ghufron diinterupsi saat pimpinan KPK itu bicara soal integritas.

Ghufron diketahui menjadi pembicara dalam kegiatan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Bagi Calon Anggota DPR RI Terpilih 2024-2029. Ghufron menjadi pembicara dalam sesi materi penguatan antikorupsi untuk penyelenggara negara berintegritas (PAKU Integritas).

Lihat juga Video: Prabowo soal Rencana Bertemu Megawati: Insya Allah, Mudah-mudahan

[Gambas:Video 20detik]

Jakarta, IDN Times - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia adalah lembaga legislatif dalam sistem pemerintahan negara. Menurut konstitusi dan undang-undang yang berlaku DPR punya fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran.

DPR sendiri pernah dibubarkan di masa pemerintahan Presiden Sukarno. Kala itu pada pemilihan umum pertama 1955, di masa kabinet Burhanuddin Harahap dilaksanakan pemilihan anggota konstituante dan anggota DPR, pemenangnya adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan perolehan 8.434.637 dan mendapat 57 kursi di dalam pemerintahan. Namun lima tahun kemudian, Sukarno memutuskan membubarkan DPR.

Gus Dur pernah berupaya bubarkan DPR

Selain Sukarno, Presiden yang pernah berupaya membubarkan DPR adalah Gus Dur. Dia pernah mengeluarkan dekret presiden pada 23 Juli 2001.

Isi Dekret Presiden 23 Juli 2001 adalah pembekuan DPR dan MPR, pengembalian kedaulatan di tangan rakyat dan pembekuan partai Golongan Karya (Golkar). Isi dekret yang menyatakan pembekuan DPR dan MPR menjadi salah satu pernyataan yang paling menyita perhatian publik.

Dekret Presiden 23 Juli 2001 dinyatakan tidak berfungsi usai MPR menggelar sidang istimewa dan menyatakan Gus Dur sudah melanggar Tap MPR no. III/MPR/2000, karena memberhentikan Kapolri tanpa persetujuan DPR.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengganti lima calon anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang terpilih pada Pemilu 2024 melalui Keputusan KPU Nomor 1349 Tahun 2024. Keputusan itu ditetapkan oleh Ketua KPU Mochammad Afifuddin.

"Menetapkan Perubahan Penetapan calon terpilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 terhadap Partai Kebangkitan Bangsa," demikian kutipan salinan keputusan yang diterima di Jakarta, Ahad (22/9/2024). Keputusan tersebut ditetapkan di Jakarta pada Jumat (20/9/2024).

Salah satu anggota DPR yang diganti berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Riau II, yakni H Mafirion. Dia digantikan oleh Hendri. Mafirion diganti dengan alasan karena tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR RI, akibat dipecat oleh PKB di bawah kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

Sebanyak tiga orang lainnya juga diganti karena diberhentikan dari partai, seperti Mohammad Irsyad Yusuf dari Dapil Jawa Timur (Jatim) II yang digantikan oleh Anisah Syakur. Kemudian, Ghufron Sirodj dari Dapil Jatim IV digantikan oleh Muhammad Khozin, serta Ali Ahmad dari Dapil Jatim V digantikan oleh Rino Lande.

Dari Dapil Jawa Tengah II, terdapat Fathan yang digantikan oleh Hindun Anisah. Farhan diganti karena alasan mengundurkan diri. Informasi yang dihimpun Republika.co.id, pergantian lima calon penghuni Senayan itu terkait konflik antara PKB dan PBNU.

Terkait dengan hal tersebut, Achmad Ghufron Sirodj dan Irsyad Yusuf menggugat Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (17/9). Adapun Achmad Ghufron Sirodj alias Lora Gopong merupakan sekretaris pribadi (sespri) Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. Sedangkan Gus Irysad adalah adik kandung Sekjen PBNU yang juga Menteri Sosial Saifullah Yusuf alias Gus Ipul.

Kedua legislator PKB itu, dalam keterangan kuasa hukumnya di Jakarta, Jumat (20/9/2024), melayangkan gugatan untuk Cak Imin. Alasan gugatan, karena ketum DPP PKB tersebut dianggap bertindak semena-mena memecat dan menggantikan keduanya sebagai caleg terpilih.

“Gugatan Achmad Ghufron Sirodj teregister dengan Nomor Perkara 566/Pdt.Sus-Parpol/2024/PN.Jkt.Pus, sedangkan gugatan Irsyad Yusuf teregister dengan Nomor Perkara: 567/Pdt.Sus-Parpol/2024/PN.Jkt.Pus," kata kuasa hukum keduanya, Taufik Hidayat.